Mitos
(bahasa Yunani: μῦθος— mythos) atau mite (bahasa Belanda: mythe) adalah cerita
prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung
penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta
dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam
pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita
tradisional.[2][3][4] Pada umumnya mitos menceritakan terjadinya alam semesta,
dunia dan para makhluk penghuninya, bentuk topografi, kisah para makhluk
supranatural, dan sebagainya. Mitos dapat timbul sebagai catatan peristiwa
sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, sebagai alegori atau personifikasi bagi
fenomena alam, atau sebagai suatu penjelasan tentang ritual. Mereka disebarkan
untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk membentuk model
sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan ajaran dalam suatu komunitas.
Klasifikasi
mitos Yunani terawal oleh Euhemerus, Plato (Phaedrus), dan Sallustius
dikembangkan oleh para neoplatonis dan dikaji kembali oleh para mitografer
zaman Renaisans seperti dalam Theologia mythologica (1532). Mitologi
perbandingan abad ke-19 menafsirkan kembali mitos sebagai evolusi menuju ilmu
(E. B. Tylor), "penyakit bahasa" (Max Müller), atau penafsiran ritual
magis yang keliru (James Frazer). Penafsiran selanjutnya menolak pertentangan
antara mitos dan sains. Lebih lanjut lagi, mitopeia seperti novel fantasi,
manga, dan legenda urban, dengan berbagai mitos buatan yang dikenal sebagai
fiksi, mendukung gagasan mitos sebagai praktik sosial yang terus terjadi.
BEBERAPA CONTOH-CONTOH MITOS:
Tertimpa
cicak tandanya sial . Sial di sini maksudnya dari tertimpa cicak itu sendiri.
Siapa yang tidak sial kalau sedang enak – enak duduk tiba – tiba tertimpa
cicak.
Wanita
tidak boleh duduk di depan pintu pamali . Zaman dahulu wanita masih menggunakan
rok, belum ada yang memakai celana. Jadi, kalau ada wanita yang duduk di depan
pintu pasti akan terlihat…ya gitu deh. Pasti banyak mengundang hawa nafsu.
Jangan
bersiul pada malam hari karena
mengundang setan. Maksudnya adalah agar tidak mengganggu orang – orang yang
sedang tidur.
Memakai
payung di dalam rumah berarti sial. Ya sial kalau lagi ada banyak orang di
dalam rumah dan kita memakai payung. Mungkin orang – orang di sekitar Anda akan
merasa terganggu atau tercolok matanya.
Demikian
beberapa contoh mitos. Para nenek moyang menganggapnya sebagai pamali. Sebagai
orang yang beragama, khususnya Islam tidak boleh mempercayai ramalan atau
semacamnya karena hidup dan mati berada di tangan Tuhan, bukan nenek moyang.
Salah
satu cara mudah dan murah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah merajut
kembali nilai-nilai kearifan sosial yang terkandung pada cerita-cerita rakyat,
apakah dalam bentuk mitos, legenda, maupun dongeng untuk ditanamkan kepada
anak-anak, dari sejak dini sehingga karakter anak sudah terbentuk dari sejak
awal. Sebab pada hakikatnya, aspek kejiwaan yang menjadi sasaran karya sastra
bukan hanya bersifat kognitif, tetapi juga afektif, dan konatif. Aspek kognitif
juga tidak terbatas pada pemikiran belaka, tetapi lebih-lebih pada penginderaan
dan daya fantasi dan imajinasi. Sebuah karya sastra berusaha menggugah
kesadaran penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan. Dengan demikian
melalui suguhan karya sastra berbagai nilai, seperti nilai moral, nilai religi,
nilai sosial, nilai kemanusiaan, dan nilai patriotisme dapat ditanamkan kepada
anak-anak dalam rangka membangun karakter mereka.
Diambil dari berbagai sumber, inilah beberapa
mitos yang berkembang di Jawa.
Reverensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar