Sabtu, 28 Maret 2015

MITOS



Mitos (bahasa Yunani: μῦθος— mythos) atau mite (bahasa Belanda: mythe) adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional.[2][3][4] Pada umumnya mitos menceritakan terjadinya alam semesta, dunia dan para makhluk penghuninya, bentuk topografi, kisah para makhluk supranatural, dan sebagainya. Mitos dapat timbul sebagai catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, sebagai alegori atau personifikasi bagi fenomena alam, atau sebagai suatu penjelasan tentang ritual. Mereka disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk membentuk model sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan ajaran dalam suatu komunitas.
Klasifikasi mitos Yunani terawal oleh Euhemerus, Plato (Phaedrus), dan Sallustius dikembangkan oleh para neoplatonis dan dikaji kembali oleh para mitografer zaman Renaisans seperti dalam Theologia mythologica (1532). Mitologi perbandingan abad ke-19 menafsirkan kembali mitos sebagai evolusi menuju ilmu (E. B. Tylor), "penyakit bahasa" (Max Müller), atau penafsiran ritual magis yang keliru (James Frazer). Penafsiran selanjutnya menolak pertentangan antara mitos dan sains. Lebih lanjut lagi, mitopeia seperti novel fantasi, manga, dan legenda urban, dengan berbagai mitos buatan yang dikenal sebagai fiksi, mendukung gagasan mitos sebagai praktik sosial yang terus terjadi.
BEBERAPA CONTOH-CONTOH MITOS:
Tertimpa cicak tandanya sial . Sial di sini maksudnya dari tertimpa cicak itu sendiri. Siapa yang tidak sial kalau sedang enak – enak duduk tiba – tiba tertimpa cicak.
Wanita tidak boleh duduk di depan pintu pamali . Zaman dahulu wanita masih menggunakan rok, belum ada yang memakai celana. Jadi, kalau ada wanita yang duduk di depan pintu pasti akan terlihat…ya gitu deh. Pasti banyak mengundang hawa nafsu.
Jangan bersiul pada malam hari  karena mengundang setan. Maksudnya adalah agar tidak mengganggu orang – orang yang sedang tidur.
Memakai payung di dalam rumah berarti sial. Ya sial kalau lagi ada banyak orang di dalam rumah dan kita memakai payung. Mungkin orang – orang di sekitar Anda akan merasa terganggu atau tercolok matanya.
Demikian beberapa contoh mitos. Para nenek moyang menganggapnya sebagai pamali. Sebagai orang yang beragama, khususnya Islam tidak boleh mempercayai ramalan atau semacamnya karena hidup dan mati berada di tangan Tuhan, bukan nenek moyang.
Salah satu cara mudah dan murah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah merajut kembali nilai-nilai kearifan sosial yang terkandung pada cerita-cerita rakyat, apakah dalam bentuk mitos, legenda, maupun dongeng untuk ditanamkan kepada anak-anak, dari sejak dini sehingga karakter anak sudah terbentuk dari sejak awal. Sebab pada hakikatnya, aspek kejiwaan yang menjadi sasaran karya sastra bukan hanya bersifat kognitif, tetapi juga afektif, dan konatif. Aspek kognitif juga tidak terbatas pada pemikiran belaka, tetapi lebih-lebih pada penginderaan dan daya fantasi dan imajinasi. Sebuah karya sastra berusaha menggugah kesadaran penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan. Dengan demikian melalui suguhan karya sastra berbagai nilai, seperti nilai moral, nilai religi, nilai sosial, nilai kemanusiaan, dan nilai patriotisme dapat ditanamkan kepada anak-anak dalam rangka membangun karakter mereka.
 Diambil dari berbagai sumber, inilah beberapa mitos yang berkembang di Jawa.


Reverensi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar